Rabu, 27 Mei 2015

Kitchen



Judul buku : Kitchen
Penulis : Banana Yoshimoto
Tahun buku : 1988
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit : KPG
Tahun : 2009
Tebal : 200 hlm

Kematian adalah suatu yang berat tapi mau tidak mau kita akan mengalaminya. Orang-orang yang dekat dengan kita lenyap satu per satu dalam hitungan waktu. Ketika tersadar, diri kita akan sebatang kara, semua yang ada di depan mata tampak tak nyata. Peristiwa kematian itu lah yang menjadi penghubung di antara kedua tokoh yang ada di buku Kitchen ini. Mikage Sakurai dan Yuichi Tanabe.

Sebelum dipungut oleh keluarga Tanabe, Mikage tinggal berdua saja dengan neneknya di sebuah apartemen di daerah Tokyo. Dia telah kehilangan kedua orang tuanya ketika masih kecil dan kakeknya ketika menjelang masuk SMP. Kemudian neneknya pun meninggal dunia dan hal tsb membuatnya terpukul. Berteman dengan kesedihan yang begitu menyakitkan, membuatnya gelisah dan mencari tempat yang nyaman untuk meringkuk di balik selimut lalu tidur.

Bagian dari rumah yang paling disukainya ialah dapur. Orang sering bilang, kita bisa menilai tipe pemilik rumah hanya dengan melihat kesukaan pemiliknya. Di mana pun, seperti apapun, sepanjang tempat itu dapur dan digunakan untuk memasak makanan. Dia menyukainya. Ada berhelai-helai lap kering bersih dan ubin putih berkilau. Kulkas berukuran raksasa yang memuat berbagai bahan makanan untuk persediaan selama musim dingin juga ada di sana. Mikage sering terlena dalam pemikiran seperti ini; jika suatu hari tiba waktuku untuk mati, aku ingin mengembuskan nafas terakhirku di dapur. Tentu menyenangkan mati di dapur.

Namun pada kenyataannya hidup memang menakjubkan. Yuichi Tanabe kemudian datang untuk mengundang Mikage tinggal bersamanya. Nenek Mikage memang meninggalkan uang walaupun begitu apartemen mereka itu terlalu luas dan terlalu mahal untuk ditempati seorang diri.

Yuichi bekerja paruh waktu di toko bunga yang kerap dikunjungi nenek. Karena menyukai bunga potong dan agar tidak kehabisan bunga untuk di dapur, maka nenek berkunjung ke toko itu dua kali seminggu dan Yuichi pernah datang ke apartemen mereka untuk mengantarkan pot berukuran besar.

Yuichi tinggal bersama ibunya Eriko. Eriko berpenampikan sangat mempesona. Rambutnya tergerai indah sampai ke bahu, kedua matanya yang sipit bersinar cemerlang, bentuk bibirnya bagus, hidungnya mancung. Bila diperhatikan seksama Eriko juga memiliki kekurangan–kekurangan yang manusiawi; kerutan karena usia ataupun gigi yang kurang rapi. Meski begitu, dia tetap luar biasa.  Yuichi bercerita, dulunya Eriko laki-laki, nama sebenarnya Yuji. Eriko adalah nama istrinya. Sejak istrinya meninggal dunia, Eriko berhenti bekerja. Dia bilang, dia sudah tidak bisa mencintai siapa-siapa lagi dan tak punya sanak keluarga lagi. Dengan memikirkan membesarkan anak seorang diri, dia memutuskan untuk menjadi perempuan. Karena tak suka setengah-setengah, dia mengoperasi seluruh tubuhnya, termasuk wajah dan dengan uang yang tersisa, dia membeli kelab malam.

Mikage tinggal hampir setengah tahun tinggal bersama dengan keluarga Tanabe. Mikage juga memutuskan untuk berhenti kuliah dan memfokuskan diri untuk belajar memasak secara otodidak. Sepanjang musim panas, dia terus-menerus memasak seperti orang gila. Dia menggunakan semua upah kerja paruh waktunya untuk membeli keperluan memasak, dan jika gagal dia akan mengulangi lagi semua proses dari awal sampai berhasil. Berkat kegilaannya memasak, mereka bertiga sering makan bersama. Pada awal musim gugur, Mikage mengikuti ujian penyaringan untuk menjadi asisten peneliti masakan. Mikage beruntung diterima bekerja di sana setelah belajar mati-matian selama musim panas. Gurunya tidak hanya mengajar di kelas namun juga sering muncul di majalh dan TV. Dan Mikage pun memutuskan untuk pindah dari apartemen keluarga Tanabe.

Eriko meninggal dunia di  penghujung musim gugur. Dia dibunuh oleh seorang laki-laki gila yang mengejar-ngejar dirinya. Dia tertarik lalu mengutit Eriko hingga tiba di tempat ia bekerja. Ketika tau bahwa perempuan cantik yang diikutinya ialah seorang laki-laki, dia pun syok. Suatu malam tiba-tiba dia menusuk Eriko dengan pisau.  Mikage baru mengetahui kejadian tsb satu bulan kemudian setelah Yuichi menghubunginya.

Bagiku, kematian Eriko masih berada jauh dari jangkauan. Kematiannya seperti badai syok di kejauhan yang perlahan-lahan mendekat. Sungguh kenyataan yang muram. Yuichi pun tak berdaya.

Eriko sudah tiada. Bagaimanapun indahnya dan panjangnya kehidupan kami, kami tak akan pernah lagi berjumpa dengan Eriko.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar