Jakarta, 29 September 2015
Judul buku : Batavia Kota Banjir
Penulis: alwi Shahab
Tahun buku : 2009
Penerbit : Republik
Tebal buku: vi + 203 hlm
Batavia kota banjir hanya lah salah satu dari kisah
Jakarta Tempo Dulu yang terdapat dalam buku dengan judul yang sama. Alwi
Shahab, penulis dari buku ini mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai
sejarah kota Jakarta. Kota Jakarta dengan usianya yang kini memasuki tahun ke
488 sejak didirikan oleh JP coen tahun 1527, memiliki sejarah panjang yang
menarik untuk disimak.
Persoalan banjir merupakan salah satu masalah yang kerap
memusingkan para pemimpin kota ini. Banjir seolah tak pernah jemu untuk
mengenangi kota Jakarta terutama di puncak musim penghujan. Dengan membaca buku
ini paling tidak pembaca akan sedikit mengerti kenapa masalah yang kerap timbul
itu masih sulit untuk ditangani.
Jakarta yang
terletak di dataran rendah, sejak zaman Kerajaan Tarumanegara memang sering
dilanda banjir. Terekam dalam prasasti tugu yang kini tersimpan di museum
sejarah Jakarta, Raja Purnawarman pernah memerintahkan untuk menggali sebuah
kali mulai dari Bekasi hingga ke Tangerang sebagai upaya untuk mengatasi
banjir.
Banjir paling besar pernah terjadi di Batavia pada tahun 1872,
kita tidak tau sebesar apa banjir pada waktu itu bila dibandingkan dengan
banjir sekarang. Paling tidak pada saat itu sungai Ciliwung meluap dan merendam
pertokoan serta hotel di Jl. Gajah Mada, Hayam Wuruk, Harmoni, Rijswijk (Jl.
Veteran), dan Noordwijk (Jl. Juanda).
Pemerintah Hindia Belanda sangat sadar dengan kondisi
Batavia yang berada di dataran rendah berawa-rawa serta banyak terdapat situ
atau danau kecil. Pada tahun 1895, dirancang sebuah grand design pembangunan
dari daerah hulu di kawasan puncak hingga daerah hilir di daerah utara jakarta.
Namun kini, pembangunan kawasan puncak sudah menyalahi tata ruang dan beralih
fungsi sehingga tidak heran bila Jakarta kehilangan daerah resapan air, tak hanya itu penduduk Jakarta pun
berkontribusi dengan tidak mempedulikan kebersihan sungai, membuang sampah
sembarangan, membangun rumah di atas bantaran kali, membangun mall atau daerah
industri di daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan.
Mengatasi masalah banjir bukan hal mudah dan bisa
berlangsung cepat, diperlukan dukungan pemerintah, dan partisipasi dari warga. Kala itu, Pemerintah Hindia Belanda sangat
tegas dalam menghukum mereka yang kepergok membuang sampah di sungai. Belanda
juga mengeluarkan perintah agar semua kali buatan dan kanal di dalam kota Batavia dibersihkan dari
penduduk yang tinggal di bantarannya. Mungkin pemerintah DKI Jakarta saat ini
bisa mencontoh usaha-usaha positif yang pernah dilakukan Pemerintah Hindia
Belanda untuk dapat mengurangi dampak dari banjir, baik banjir kiriman maupun
banjir setempat.
Penulis juga mengajak pembacanya untuk menyusuri jalan-jalan,
bangunan, kampung-kampung tua, serta kehidupan sosial para penduduk Batavia
serta perubahannya yang dapat kita lihat saat ini. Setidaknya dengan adanya
rekam sejarah kota Jakarta, kita dapat mempelajari hal apa saja yang pernah
terjadi dahulu, karena siklus kehidupan selalu berputar maka ada suatu masa
kita akan menghadapi masalah yang sama yang pernah dihadapi pada masa dahulu,
tinggal bagaimana kita bisa dengan bijak mempergunakan fakta sejarah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar