Aktifitas ngeteh atau minum teh, biasanya dilakukan pada pagi hari atau saat sedang santai. Walaupun ada beberapa tulisan yang pernah saya baca mengenai pro kontra tentang manfaat dan atau bahaya kandungan kafein dalam teh akan tetapi aktifitas ini merupakan aktifitas favorit di rumah kami. Namun yang ingin saya ceritakan kali ini adalah kegiatan ngeteh yang lain.
Saya tinggal di
lingkungan yang mayoritas warga nya adalah suku betawi. Nah, di kampung
betawi ungkapan ngeteh atau ngajak ngeteh bukan semata-mata mampir ke rumah
yang ngundang lalu nanti diseduhkan teh beserta camilannya.
Makna dari ngajak ngeteh,
lebih kepada mengajak orang yang dikunjungi untuk datang ke rumah si pengundang
karena pihak pengundang akan mempunyai hajat entah itu acara sunatan atau
kawinan.
Biasanya undangan untuk acara sunatan, kawinan, atau mungkin acara ulang tahun, bentuk undangan
yang paling formil adalah menggunakan kartu undangan. Akan tetapi kalo di sini yang punya hajat tetap mencetak kartu undangan. Kartu undangan yang sudah
dicetak itu akan diantar dan yang membagikan undangan tsb adalah para bapak-bapak sedangkan para ibu-ibu akan keliling
kampung mendatangi tiap rumah yang dikenal atau ingin diundang untuk memberitahukan bahwa mereka akan menggelar
hajatan dan kemudian akan terjadi dialog seperti dibawah ini:
Ibu yang punya
hajat “Mama uci, ntar ngetehnya di rumah hari selasa!”
Mama uci akan
bertanya “emang ada acara apaan di rumah?”
Ibu yang punya
hajat “ntu sunatan bocah, nanti ke sono ye”
Mama uci “ iye,
nanti dateng paling sorean ya abis pulang kerja”
Ibu yang punya
hajat “ iye”
Para ibu yang berkeliling itu bisa dari pihak keluarga yang punya hajat
atau tetangga yang dimintakan tolong untuk menyampaikan perihal undangan
tersebut. Acara kebanyakan digelar di rumah. Waktunya bisa seharian untuk acara sunatan atau paling sedikit dua hari dua malam untuk acara kawinan.
Acara kegiatan
undang-mengundang itu masih dilakukan sampai dengan saat ini. Namun entah sampai kapan tradisi ini akan sanggup bertahan.